<$BlogItemBody>
Read more!

Tuesday, April 10, 2007

Mari Kita Syukuri Kehadirannya!

(empat alasan berdirinya IKM Libya)
Oleh : Irfanuddin Rafiuddin

Sujud syukur dan gema hamdallah terucap dari lisan para kader Muhammadiyah di Libya, karena pada tanggal 29 Juni 2006, pukul 22.00 WL (Waktu Libya) IKM (Ikatan Keluarga Muhammadiyah) Libya berdiri.
Berdirinya organisasi ini patut direspon positif oleh seluruh kader Muhammadiyah yang ada, baik para kader yang ada di bumi pertiwi atau di luar sekalipun.
Mengapa demikian? Karena jika ditelusuri, eksistensi organisasi ini mampu mengawal tiga agenda besar organisasi Muhammadiyah pada dasawarsa terakhir ini, khususnya pasca pergiliran kepengurusan, dari Prof. DR. Syafi'i Ma'arif kepada Prof. DR. Din Syamsudin, dimana keran semangat tiga agenda besar tersebut kembali dihembuskan dengan momok yang semakin “greget” : mengembalikan Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid yang bersandar kepada al-Qur'an dan as-Sunnah sebagaimana pernah digagas oleh para pendiri organisasi ini, seperti KH. A. Dahlan, KH. Mas Mansyur dan KH. AR. Fakhrudin, bukan justeru gerakan yang mengaburkan ajaran Islam itu sendiri (baca : jargon Islam Kiri atau Islam ala Barat), gerakan pembeliaan -dimana organisasi ini masih didominasi oleh generasi tua-, serta gerakan regenerasi kader ulama.
Dan secara historis-epistemologis, para kader Muhammadiyah di Libya, terpanggil untuk mendirikan sebuah jama'ah atas beberapa alasan, yaitu :
1. Sungguh, sebuah cita-cita yang agung tidaklah mungkin mampu diciptakan dengan amal infirodi, namun harus dilakukan dengan amal jama’i. Dan diharapkan skill-skill personal yang "tercecer" dari kalangan kader tersebut mampu bersinergi menjadi sebuah kekuatan yang padu sehingga mampu menjadi part of solution bagi tiga agenda besar di atas. Semangat ini pun secara teks Ilahi dan qoth’i ad-Dilalah selaras dengan landasan yang selama ini menjadi khittah perjuangan dakwah-sosial organisasi Muhammadiyah : Q.S. Al-Imran : 104.
2. Keberagaman latar belakang para mahasiswa Indonesia di Libya, dimana masing-masing latar belakang memiliki idealisme yang berbeda dan tidak bisa disinerjikan. Ada NU, Al-Wasliyah, Persis, dll. Sehingga kalau semangat kemuhammadiyahan yang sekian lama terpatri dengan sangat kuat di Indonesia tersebut dialokasikan secara konstitusi dalam sebuah organisasi kemahasiswaan yang ada, hal tersebut sangatlah tidak mungkin, bahkan justeru malah akan melukis peta konflik antar anggota.
3. Kalau ditilik secara kultur keilmuan, kader-kader yang berada di negera-negara Timur Tengah itu lebih diistimewakan oleh ilmu agama (baca : ilmu syari’at). Maka menurut hemat penulis, semangat i'adat at-Tajdid (reformasi) sangat mampu dilakukan oleh mereka yang memiliki kelebihan ini. Dimana sisi keulamaan mengakar dengan sangat kuat. Saya sangat berharap, para Ulul Albab dengan tradisi turatslah yang berada pada lanskap terdepan guna memimpin semangat pembaharuan di tubuh Muhammadiyah pada masa yang akan datang. Bukankah KH. A. Dahlan dahulu dikenal sebagai Agamawan yang Negarawan?!
4. Tak bisa dipungkiri, bahwa berdirinya organisasi ini -secara klimaks- juga didukung oleh dialog intens yang berlangsung antara para kader dengan para "penggede" organisasi Muhammadiyah yang beberapa kali berkunjung ke Libya. Penulispun melihat adanya keselarasan harapan antara para kader dengan para "orang tua"nya.
Inilah empat alasan, juga embrio, berdirinya organisasi IKM Libya. Sedangkan mengenai nama organisasi ini, yang tidak sesuai dengan pakem organisasi Muhammadiyah, PCI-M. Hal ini terjadi, karena secara konstitusi, organisasi ini belumlah layak disejajarkan dengan PCI-M. Sebab masih banyak kekurangan-kekurangan yang mesti dilengkapi idealnya sebuah PCI-M.
Akan tetapi, meskipun harus “terseok-seok” dengan kondisi tandzim atau struktur yang sangat sederhana : tiga pengurus harian : Ketua, Sekretaris dan Bendahara, serta dua majelis : Majelis Pendidikan dan Pengkaderan, juga Majelis Komunikasi dan Informasi.
Perlahan-lahan tapi pasti, idealisme keorganisasian yang diimpikan pasti akan terbangun dengan amat mudah, jika kehadirannya mendapat respon positif dari para orang tua. Dan insya Allah, pundi cita dan secercah harapan itu akan mampu disemprotkan wewangiannya kepada umat di masa yang akan datang.
Inilah harapan terbesar yang penulis nanti-nantikan. Bukan justeru sebuah organisasi yang meminimalisir impian tiga agenda besar di atas. Atau, lebih parah lagi menjadi part of problem bagi persatuan umat yang sudah terkeping-keping ukhuwahnya, sebagai out put, menjadi organisasi yang tak memiliki arah yang jelas.
Di sini juga perlu kiranya penulis sampaikan tentang masalah pengiriman kader Muhammadiyah ke Libya, yang sampai sekarang ini, belum mendapatkan perhatian yang sangat serius. Hal ini, sungguh sangat paradok bersama cita penggelembungan populasi generasi ulama di tubuh Muhammadiyah.
Di atas semua kekurangan itu, penulis tetap berharap semoga kita semua –terutama para kader- tetap mensyukuri apa yang telah dihusungnya demi meretas mimpi-mimpi dan cita-cita besar yang telah didengungkan gaungnya. Sebab kita adalah rijal al-Ghad (pemuda harapan) dan penerus risalah kenabian, juga penerus cita-cita KH. A. Dahlan. Wallahua’lam bishoab




Monday, April 09, 2007

PCIM Libya Segera Berdiri

Dodong Priyambodo
Yogyakarta – Kabar menggembirakan datang dari Libya. Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Libya akan segera berdiri. “Saat ini, PCIM Libya tinggal menunggu Surat Keputusan dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah,” ungkap Ahmad Nubail ketika dihubungi muhammadiyah.or.id melalui Yahoo Messenger Selasa kemarin (03/04/2007).

PCIM Libya sendiri akan diperkuat oleh para aktivis muda yang rata-rata masih mengambil bangku kuliah. Nubail, yang merupakan alumnus Madrasah Mu’allimin Yogyakarta ini mengungkapkan, “Dari kurang lebih lima belas warga Muhammadiyah yang ada di Libya, delapan diantaranya sudah menyatakan kesediaannya untuk duduk di struktur PCIM Libya.”
Menurut Nubail, sebenarnya keinginan untuk mendirikan PCIM Libya sudah berlangsung lama, namun karena beberapa hal baru bisa terealisasi saat ini. “Kita mohon dukungan dan do’a dari seluruh warga Muhamamdiyah, semoga kita dapat mengemban amanah dengan baik,” ucap Nubail di akhir pembicaraan. (odg)

MENGENANG PENGKHIDMATAN KADER MUHAMMADIYAH

Keluarga besar Muhammadiyah sungguh kehilangan dengan wafatnya Dr. H. Muhammad Masykur Wiratmo, Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah. Almarhum meninggal karena kecelakaan pesawat Garuda yang terbakar di Lanud Adisucipto Yogyakarta, hari Rabu 7 Maret 2007 yang lalu. Kami juga merasakan duka sebagaimana duka yang dialami keluarga, yang kehilangan orang yang disayangi dan sangat berarti dengan musibah yang tak terduga itu. Tapi kami juga yakin, keluarga almarhum, istri (Hj. Siti Aminah) dan kedua putranya (Nuri dan Galang) serta keluarga besar Dr. H. M. Masykur Wiratmo, ikhlas dan sabar menerima musibah itu. Allah telah memanggil hambanya untuk kembali ke sisi-Nya, inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un.
Kita keluarga besar Muhammadiyah mengenal almarhum Masykur Wiratmo sebagai kader dan tokoh muda yang bukan saja cerdas dan berpikiran maju, tetapi juga baik hati dan energik. Lebih khusus lagi, almarhum begitu tinggi pengkhidmatannya pada Muhammadiyah. Tak ada kata tidak jika ditugaskan oleh Muhammadiyah, termasuk jika diundang oleh Muhammadiyah dari daerah-daerah. Padahal almarhum tergolong sibuk, baik di FE UGM, maupun untuk tugas-tugas lainnya selaku ekonom yang profesional. Beberapa kali bersama almarhum untuk tugas Muhammaiyah, sosok kader yang satu ini selalu riang dan penuh semangat, sehingga keluarga besar Muhammadiyah yang didatanginya merasakan aroma kehangatan, selain buah pikirannya yang cerdas dan mencerahkan.
Dr. Masykur Wiratmo adalah sosok yang menghayati betul Muhammadiyah. Kendati pikirannya maju, rasional, dan selalu menyuarakan agar Muhammadiyah dikelola secara profesional, dia tetap berpijak pada bumi Muhammadiyah. Di beberapa kesempatan, ketika membahas tentang manajemen Muhammadiyah yang termasuk salah satu keahliannya, selalu saja ditarik ke manajemen gerakan. Nilai-nilai kemuhammadiyahan selalu diangkatnya sebagai bingkai. Lebih dari itu, dia sering mengingatkan agar Muhammadiyah diurus atau dikelola dengan sungguh-sungguh, jadi pimpinan Muhammadiyah juga harus berkhidmat secara optimal. Selalu ada keseimbangan yang dia tawarkan.
Pengalaman dan pergumulannya di Muhammadiyah sejak di Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) telah membawanya pada pemahaman yang mendalam mengenai nilai-nilai gerakan. Sebagai salah seorang sahabatnya, penulis kenal betul Dr. Masykur Wiratmo sebagai sosok kader yang sering berpikir kritis tentang Muhammadiyah, tetapi sekaligus konsekuen untuk berkiprah. Jadi tidak semata-mata bicara kritis dan objektif, tetapi juga melakukan. Kami menyebut dia Antung, panggilan akrab sebagaimana panggilan di lingkungan keluarga. Mas Antung, memang kuyup betul dalam bermuhammadiyah, sehingga pikirannya yang maju tidak menghalanginya untuk berbuat dalam membesarkan Muhammadiyah. Bahkan, dengan pikirannya yang maju dan kritis, almarhum tak pernah menolak ditempatkan di posisi apapun di Persyarikatan.
Muhammad Masykur Wiratmo pernah menjadi Ketua Lembaga Pembina dan Pengawasan Keuangan (LPPK) PP Muhammadiyah pada periode 2000-20005. Pada periode sebelumnya menjadi anggota Majelis Pendidikan Kader PP Muhammadiyah. Setelah Muktamar ke-45 di Malang, almarhum dipercaya sebagai Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah untuk periode 2005-2010, sebuah majelis yang memiliki beban berat tetapi juga strategis. Sejak diberi amanat selaku Ketua bersama rekan-rekannya yang berenergi muda di Majelis Diktilitbang, almarhum begitu serius dan penuh semangat untuk mengembangkan kualitas pendidikan tinggi Muhammadiyah. Tim Majelis yang dipimpinnya selain solid, juga satu irama untuk mengembangkan dan memajukan pendidikan tinggi. Penulis ingat betul, sebelum kepergiannya ke Jakarta tanggal 6 Maret 2007, bersama Prof. Dr. H. Edy Suandi Hamid (Wakil Ketua Majelis Diktilitbang, juga Rektor UII) dan Safar Nasir (anggota Majelis Diktiltbang), kami berbincang serius tapi santai mengenai berbagai persoalan PTM (Perguruan Tinggi Muhammadiyah). Almarhum selalu memproyeksikan perbincangan ke masa depan PTM, tetapi selalu ada pula tawaran-tawaran keseimbangan ketika menghadapi masalah krusial di PTM.
Dr. Masykur Wiratmo selaku Ketua Majelis Diktilitbang, juga apresiatif terhadap pembinaan ideologis dalam Muhammadiyah. Bersama koleganya dari Majelis Pendidikan Kader (MPK) melaksanakan pertemuan nasional PTM untuk pembinaan ideologi di lingkungan PTM, termasuk di kalangan mahasiswa dengan melibatkan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah. Pada saat itu isu pengeroposan ideologi sedang menghangat, sebagai realitas yang memang faktual dalam Muhammadiyah. Lagi-lagi dia meminta keseriusan dalam pembinaan Al-Islam dan Kemuhammadiyah, lebih dari sekadar komitmen di atas kertas. Seraya diingatkan tentang pentingnya pengembangan kualitas PTM.
Mas Antung dan keluarganya memang lahir dalam tradisi gerakan. Sebagaimana keluarga-keluarga Muhammadiyah lainnya, tiada hari tanpa Muhammadiyah. Bersama istrinya, yang juga pengurus Aisyiyah di Sleman, Mas Antung tidak jarang mengantar anggota Aisyiyah lainnya untuk kegiatan dengan kendaraannya. Sikapnya yang bersahaja dan suka membantu, membuat almarhum dan keluarganya dekat dan diakrabi keluarga besar Muhammadiyah. Hidupnya menyatu dengan Muhammadiyah. Muhammadiyah menjadi darah-dagingnya untuk berjuang. Karena itu, ketika Allah mengambilnya melalui kecelakaan pesawat yang mengejutkan itu, kita menjadi saksi akan kesyahidannya di jalan Allah. Almarhum naik pesawat yang terkena musibah itu dari Jakarta ke Yogyakarta, tidak lain karena menunaikan tugas Muhammadiyah.
Kita melepas kepergian Dr. Masykur Wiratmo dengan ikhlas dan sabar, sekaligus harapan agar kader Muhammadiyah juga anggota keluarga yang ditinggalkannya termasuk istri dan kedua putranya, dapat belajar sekaligus meneruskan perjuangan almarhum di Muhammadiyah. Bagaimana bermuhammadiyah dengan penuh pengkhidmatan dan pengorbanan, sekaligus cerdas dan berkemajuan. Muhammadiyah kini dan ke depan memerlukan orang-orang yang dengan potensi dirinya yang besar rela berkhidmat untuk Muhammadiyah, dalam keadaan apapun. Itulah perjuangan fi-sabilillah melalui Muhammadiyah.
Dalam beberapa bulan terakhir ini memang Muhammadiyah kehilangan beberapa kadernya. Mas Yasri Sulaiman (Wakil Ketua MPM PP Muhammadiyah), Nuruddin Hanim Bashori (Pemuda Muhammadiyah dan ME Muhammadiyah Wilayah), Erwin (Anggota LPI PP Muhammadiyah), Masyhari Makhasi (Anggota MTDK PP Muhammadiyah dan mantan Ketua Umum PP IPM), dan Mas Ardjani Asdinardju (Staf Khusus dan mantan wakil Sekretaris PP Muhammadiyah), mereka telah dipanggil Allah ketika sedang giat-giatnya berkiprah dalam Persyarikatan Muhammadiyah. Kita sungguh telah kehilangan kader-kader Persyarikatan yang dibutuhkan untuk kemajuan dan masa depan Muhammadiyah. Namun kita harus merelakannya dengan ikhlas karena Allah telah memanggilnya. Semoga Allah menerima amal ibadah para kader Muhammadiyah yang kita cintai itu, mengampuni salah dan dosanya, serta dilapangkan jalan menuju surga jannatun na’im. Sedangkan para keluarga yang ditinggalkannya, dikuatkan iman, sabar, tawakal, keikhlasan, serta kekuatan untuk melanjutkan perjuangan dalam kehidupan yang fana ini.
Bagi kita yang ditinggalkannya, mari berkiprah lebih optimal dalam Muhammadiyah. Selagi Allah masih melimpahkan nikmat dan karunia berupa usia, rezeki, tenaga, pikiran, dan kemampuan-kemampuan lainnya yang kita miliki, maka terbuka jalan Allah yang sangat luas untuk bersabilullah melalui Muhammadiyah. Allah masih membuka jalan lapang untuk setiap hambanya guna berkiprah di jalan-Nya melalui Muhammadiyah lil-‘izzat al-Islam wa al-muslimin serta memerankan risalah rahmatan lil-‘alamin di muka bumi ini. Siapa bersungguh-sungguh berjuang di jalan Allah, Dia pasti memberinya petunjuk dan jalan lempang. Man jahada fiina lanahdiyannahum subulana. (Haedar Nashir)

TANWIR MUHAMMADIYAH TAHUN 2007


Oleh : A. ROSYAD SHOLEH
Sesuai ketentuan dalam Anggaran Dasar dan Angaran Rumah Tangga Muhammadiyah, pada tanggal 25 s/d 29 April 2007 Pimpinan Pusat Muhammadiyah akan menyelenggarakan Tanwir Muhammadiyah tahun 2007, bertempat di kota Yogyakarta. Tanwir Tahun 2007 ini merupakan Tanwir pertama setelah Muktamar ke-45 Muhammadiyah yang diselenggarakan pada tanggal 3 s/d 8 Juli 2005 di kota Malang. Karenanya dapat dipahami kalau Tanwir Tahun 2007 ini mempunyai arti yang sangat penting dan strategis bagi perjalanan Persyarikatan ke depan. Melalui Tanwir ini diharapkan dapat dilakukan evaluasi terhadap pelaksanaan keputusan Mukatamar ke-45 dan atas hasil evaluasi itu dapat ditetapkan langkah-langkah selanjutnya yang dapat lebih mendekatkan Persyarikatan pada pencapaian sasaran-sasaran yang diamanatkan Muktamar.
Sesuai kondisi internal dan situasi eksternal, baik nasional maupun global yang dihadapi Persyarikatan, Tanwir kali ini mengangkat tema : "Pencerahan Gerakan untuk Kemajuan Bangsa". Dengan tema seperti itu, fokus pembahasan dalam Tanwir tahun 2007 ini diarahkan pada upaya pencerahan, revitalisasi, konsolidasi terhadap tubuh Persyarikatan, sesuai problematika yang dihadapi Persyarikatan selama hampir dua tahun mengoperasionalkan keputusan Muktamar ke-45. Disamping itu, dalam Tanwir sekarang ini juga akan dibahas upaya peningkatan peran kebangsaan, keumatan dan kemanusiaan, yang harus dilakukan oleh Persyarikatan, sesuai komitmen yang telah dicanangkan dalam'Ternyatan Pikiran Muhammaiyah Jelang Satu Abad" serta ditegaskan pula dalam Khittah Denpasar 2002.
Diantara permasalahan internal yang kini dihadapi Pesyarikatan adalah permasalahan ideologis yang cukup serius, disamping permasalahan managerial. Ideologi gerakan yang selama ini menjadi landasan dan arah gerakan, akhir-akhir ini mengalami proses pelemahan bahkan pengeroposan, yang kalau tidak ada upaya peneguhan kembali, maka dikhawatirkan Muhammadiyah akan kehilangan ruh gerakannya. Disamping itu kondisi organisasi, baik dalam pengertian statis maupun dinamis juga belum berfungsi secara optimal. Terdapat Cabang dan Ranting yang mengalami stagnasi, selain juga belum optimalnya penyelenggaraan fungsi-fungsi Persyarikatan, seperti tarjih, tabligh, pendidikan, kesehatan, sosial, ekonomi dan sebagainya sesuai tantangan yang dihadapi.
Pelemahan ideologi gerakan itu ditunjukkan misalnya dengan masuk dan meresapnya paham, misi, prinsip pejuangan dan kepentingan pihak atau gerkan lain ke dalam tubuh Persyarikatan dan Amal Usahanya, yang baik secara langsung maupun tidak langsung, baik secara terbuka maupun secara terselubung dapat merugikan dan merusak
Persyarikatan. Infiltrasi paham, misi dan sebagainya ke dalam tubuh Persyarikatan itu antara lain melalui oknum-oknum dalam Persyarikatan sendiri, yang ternyata lebih loyal kepada gerakan lain. Oknum-oknum semacam itu memang berasal dari kalangan aktivis Persyarikatan, Amal Usaha dan Ortom, yang karena lemahnya pemahaman dan komitmennya terhadap ideologi dan identitas Persyarikatan, mereka mudah dipengaruhi dan disusupi ideologi lain, yang akhirnya secara sadar mereka mengembangkan ideologi gerakan lain itu di kalangan Persyarikatan , Amal Usaha dan atau Ortom. Disamping penyusupan paham ke dalam tubuh Persyarikatan, pelemahan ideologi dan identitas Persyarikatan juga ditunjukkan dengan adanya sementara aktivis Persyarikatan, Amal Usaha atau Ortom, yang secara terang-terangan menseponsori, mendirikan dan mengembangkan amal usaha lain yang sejenis dengan amal usaha Muhammadiyah, sehingga amal usaha tersebut mengganggu dan mengancam eksistensi amal usaha Muhammadiyah. Orang-orang semacam ini, meskipun mereka berada dalam Persyarikatan, tapi pada hakekatnya hanya tubuh kasarnya saja yang berada di dalam Persyarikatan, sedang hatinya berada di luar. Mereka lebih mementingkan pihak lain daripada Persyarikatan. Apabila mererka diminta memilih di antara kedua kepentingan, apakah kepentingan Persyarikatan ataukah kepentingan pihak lain, mereka akan memilih dan memenangkan kepentingan pihak lain. Pelemahan ideologi dan identitas Persyarikatan juga ditandai dengan adanya praktek-praktek yang menjadikan Persyarikatan sebagai kendaraan atau batu loncatan untuk meraih posisi tertentu, baik yang bersifat politis, ekonomis atau sosial. Orang masuk dan berkiprah dalam Persyarikatan bukan atas dasar kesadaran dan keyakinan akan kebenaran ideologi Muhammadiyah, melainkan karena tertarik pada kebesaran Muhammadiyah, terutama dari aspek lahiriyahnya . Bagi mereka, potensi Muhammadiyah yang demikian besar, tentu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang bersifat jangka pendek. Sepanjang Muhammadiyah masih bisa dimanfaatkan, mereka memperlihatkan kiprahnya. Namun ketika mereka merasa Muhammadiyah tidak lagi bisa dimanfaatkan, maka mereka mulai mengendorkan aktivitasnya, bahkan akhirnya menghilang dari peredaran.
Menghadapi realitas semacam itu, maka upaya peneguhan dan penguatan kembali ideologi dan identitas Persyarikatan, merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan. Dalam rngka inilah Tanwir 2007 diharapkan bisa memberikan terapinya yang tepat, sehingga penyakit yang tengah menjangkiti tubuh Persyarikatan itu bisa segera dienyahkan dari kehidupan Persyarikatan.
Sementara itu kondisi bangsa Indonesia, meskipun era reformasi telah berlangsung lebih dari satu windu lamanya, namun perkembangannya belum menggembirakan dan belum memperlihatkan perubahan yang signifikan. Krisis ekonomi yang telah sekian lama melanda bangsa ini, sampai hari ini belum kunjung teratasi. Demikian pula berbagai macam penyakit dan permaslahan sosial yang membelit kehidupan bangsa ini juga belum berhasil dilepaskan, bahkan nampaknya belitan itu semakin menguat. Angka kemiskinan, pengangguran, kebodohan, keterbelakangan dan kriminalitas nampaknya tidak semakin mengecil melainkan semakin membengkak. Dalam situasi bangsa seperti ini, berbagai musibah dan bencana seperti tsunami, gempa bumi, banjir bandang, tanah longsor, semburan lumpur panas, angin puting beliung susul menyusul melanda sebagian warga
masyarakat yang tinggal di beberapa daerah, sehingga mengakibatkan jatuhnya kurban jiwa dan harta benda yang tidak sedikit serta rusaknya berbagai sarana dan fasilitas umum.
Dalam menghadapi berbagai masalah bangsa yang sangat kopleks itu,sebagaimana ditegaskan dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Jelang Satu Abad, Muhammadiyah sebagai salah satu kekuatan nasional harus terus memainkan pernan sosial-keagamaannya sebagaimana selama ini dilakukan dalam perjalanan sejarahnya. Usia Jelang satu abad telah menempa kematangan Muhammadiyah untuk tidak kenal lelah dalam berkiprah menjalankan misi dakwah dan tajdid untuk kemajuan umat, bangsa dan dunia kemanusiaan. Jika selama ini Muhammaiyah telah menorehkan kepeloporan dalam pemurnian dan pembaruan pemikiran Islam, pengembangan pendidikan Islam, pelayanan kesehatan dan kesejahteraan, serta dalam pembinaan kecerdasan dan kemajuan masyarakat, maka kedepan, selain terus melakukan revitalisasi gerakannya, Muhammadiyah juga harus menjalankan peran-peran baru yang dipandang lebih baik dan lebih bermaslahat bagi kemajuan peradaban. Peran-pean baru yang dapat dikembangkan Muhammadiyah antara lain dalam menjalankan peran politik kebangsaan guna mewujudkan reformasi nasional dan mengawal perjalanan bangsa tanpa terjebak pada politik prkatis yang bersifat jangka pendek dan sarat konflik kepentingan. Dengan bingkai Khittah Ujung Pandang 1971 dan Khittah Denpasar 2002, Muhammadiyah secara proaktif harus menjalankan peran dalam pemberantasan korupsi, penegakan supremasi hukum, pemasyarakatan etika berpolitik, pengembangan sumberdaya manusia, penyelamatan lingkungan hidup dan sumberdaya alam, memperkokoh integrasi nasional, membangun karakter dan moral bangsa, serta peran-peran kebangsaan lainnya yang bersifat pencerahan. Dalam rangka ini semua, Tanwir tahun 2007 ini diharapkan dapat merumuskan langkah-langkah konkrit, yang mudah dicerna dan dilaksanakan oleh semua warga Persyarikatan di seluruh jajaran dan lini organisasi.

Labels: