<$BlogItemBody>

Monday, November 20, 2006

Konflik

Konflik adalah hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan, dimana salah satu pihak berusaha untuk menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Konflik timbul karena adanya ketidakadilan sosial, adanya diskriminasi terhadap hak-hak indipidu dan adanya perbedaan ciri secara fisik atau non fisik pada setiap individu. Ciri fisik seperti perbedaan warna kulit, mata, rambut. Ciri non-fisik bisa berupa kepandaian, pengetahuan, keyakinan, kebudayaan, kepentingan dan sebagainya.
Pada tataran realitas perbedaan merupakan suatu keniscayaan yang tidak bisa terelakan atau ditutup-tutupi dan dipendam, karena keberadaanya sudah menjadi sunatullah. Sehingga selama setiap individu atau kelompok mempermasalahkan perbedaan, selama itu pula konflik akan berlangsung. Maka sangat wajar sekali apabila konflik selalu hadir dalam masyarakat. Oleh karena itu yang menjadi persoalannya ialah bagaimana memfokuskan konflik tersebut kearah yang fositif; bukan negatif.
Secara positif, konflik dapat meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok ( ingroup ), memunculkan isu-isu dan harapan-harapan yang terpendam, memperjelas batas-batas dan norma-norma kelompok, serta mempertegas tujuan yang hendak dicapai. Sedangkan secara negatif ialah konflik yang bersifat destruktif terhadap keutuhan kelompok dan integrasi sosial masyarakat dalam skala yang lebih luas, yang diakibatkan oleh tindakan yang melampai batas-batas toleransi dan kapasitas pihak-pihak yang terlibat, serta tidak dicarikannya solusi yang terbaik bagi kedua belah pihak ( Jorgensen dan Hernandez ).
Jika dilihat dari kacamata teori, konflik -seperti yang dikemukakan oleh pakar teori- memiliki skema dua dimensi: interpretasi terhadap hasil tujuan yang ingin dicapai oleh satu pihak dan interpretasi terhadap hasil tujuan yang ingin dicapai oleh pihak lainnya. Dimana pengertian yang tinggi untuk hasil pihak A akan menghasilkan percobaan untuk memenangkan konflik baginya. Begitu juga sebaliknya, jika pengertian yang tinggi tersebut diperuntukan pada hasil pihak B akan menghasilkan percobaan untuk memenangkan konflik baginya. Namun jika diperuntukan untuk hasil kedua belah pihak, akan menghasilkan percobaan untuk mencari jalan keluar yang terbaik. Sedangkan tiada pengertian untuk kedua belah pihak akan menghasilkan percobaan untuk menghindari konflik.
Sejarah perkembangan masyarakat dunia menunjukan bahwa sebagian besarnya tidak terlepas dari konflik ( intern ataupun ekstern, bertempo pendek maupun panjang ) yang telah menelan banyak korban. Konflik Vietnam -misalnya- yang terjadi antara tahun 1957-1975 antara kubu Vietnam Selatan ( Republik vietnam ) dan Vietnam Utara ( Republik Demokratik Vietnam ) telah menelan korban sekita 1.820.000 jiwa. Konflik Rwanda yang merupakan konflik yang diakibatkan oleh perseteruan antara 3 suku: Tutsi, Hutu, Twa membuahkan korban sekitar 1 juta jiwa. Konflik Irlandia Utara yang terkenal dengan sebutan "The Troubles" tahun 1969 yang disebabkan oleh perbedaan visi dan keyakinan antara pengtanut Katolik dan Protestan tidak sedikit telah menuai korban juga.
Pada umumnya konflik selalu cendrung bersifat negatif, karena pihak-pihak yang terlibat dalam konflik memiliki kepentingan yang berlawanan dimana masing-masing pihak enggan untuk mengalah, bahkan berusaha untuk memenangkan pihaknya saja sehingga pihak lain dianggapnya musuh yang harus disingkirkan.
Dalam hal ini perbedaan etnis dan keyakinan sering menjadi pemicu konflik sepeti ini. Tengok saja konflik yang terjadi di dalam negri seperti Kalimantan, Poso, dan Ambon berujung kepada pembunuhan satu sama lain. Konflik Palestina yang sering mengalami pasang surut merupakan konflik yang paling panjang dalam sejarah yang diakibatkan oleh perbedaan keyakinan. Dimulai pada akhir abad ke-11 yang ditandai dengan penyerangan tentara salib ( Kristen ) ke kota Yerusalem, sampai saat ini dimana tentara-tentara Israel ( Yahudi ) yang tanpa mengenal rasa prikemanusiaan terus-menerus membantai orang-orang Muslim Palestina.
Keyakinan merupakan kepercayaan yang absolut dan tidak bisa ditawar-tawar. Keberadaannyapun tertanam dalam hati yang akarnya menjalar keseluruh persendian jiwa dan raga. Dalam keyakinan: sesuatu yang absurd bisa jadi masuk akal, warna yang hitam bisa menjadi putih. Dengan keyakinan orang yang buta dan tuli bisa jadi melihat dan mendengar, orang yang biadab bisa jadi beradab atau yang beradab jadi biadab. Oleh sebab itulah konflik yang bersumber dari perbedaab keyakinan sangat sulit untuk dicarikan jalan keluarnya, karena dua kubu yang berlawanan selalu cendrung melihat objek dari sisi yang subjektif.
Namun Islam sebagai sebuah agama yang bersumber dari Allah yang Maha Esa mengajarkan pemeluknya agar mencintai kedamaian, tidak menyebar kebencian. Islam tidak memandang suku, ras, warna kulit merupakan sesuatu yang harus dipermasalahkan. Islam menghormati para pemeluk lain yang memiliki kepercayaan yang berbeda dengannya selama mereka tidak berbuat penindasan terhadap pemeluknya. Islampun tidak pemeluk lain untuk masuk kepadanya. Pemerintahan Islam yang memerintah di tanah Palestina adalah merupakan bukti bahwa Islam mencintai keadilan dan menghormati toleransi beragama. Mulai dari pemerintahan Umar bin Khattab, Shalahuddin al-Ayyubi dan sultan-sultan Ottoman semuanya telah menjadikan Palestina daerah yang tertib, aman dan tentram bagi seluruh rakyatnya yang beraneka ragam keyakinan ( Islam, Nasrani, Yahudi ). Namun sebaliknya pemerintahan kristiani ( tentara Salib ) atupun pemerintahan Yahudi ( Israel ) selama memerintah selalu saja membuat kekacauan, penindasan, pembunuhan terhadap penduduk yang tidak seiman dan seagama.
Fenomena ini akhirnya menyimpan tanda tanya besar. Kenapa orang-orang Nasrani dan Yahudi tidak henti-hentinya memusuhi, memerangi dan menindas Umat Islam? Salah satu jawabannya ada dalam ayat al-Quran 2 : 120 "Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepadamu sehingga kamu mengikuti agama mereka." Sehingga mereka melancarkan segala cara untuk membiaskan ajaran Islam dari kebenaran. Hujatan demi hujatan terhadap Islampun terus menggelora diseantero penjuru dunia. Sebut saja Salman Rushdie dengan ayat-ayat setannya yang menghujat al-Quran dan Nabi Muhammad saw, Jyllands-Posten dengan gambar-gambar karikatunya yang melecehkan Nabi Muhammad, sampai kepada Paus Benediktus XVI dengan statemen anti Islamnya.
Itulah hujatan-hujatan yang tidak beralasan yang bersumber pada kebencian atau mungkin ketakutan terhadap Islam ( baca: Islamophobia ) dan seterusnya. Padahal kita, mereka atau siapapun yang memiliki hati yang bersih, tahu bahwa hujatan terhadap seseorang dengan tidak disertai suatu alasan yang benar bias menimbulkan konflik. Apalagi hujatan terhadap agama.
Konflik memang wajar adanya, namun kehadirannya selalu ditakuti karena ia sering berdampak kepada kebencian, dendam, saling curiga, kerusakan harta benda, bahkan hilangnya jiwa manusia.
( Nabil Abdurrahman )

Labels:

1 Comments:

At 4:17 PM , Blogger Lidah Penghunus said...

assalamualaikum. jemputlah ke http://lindunganbulan.blogspot.com/ http://karyamuslim.blogspot.com/ serta http://dppkkj.blogspot.com/

 

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home