<$BlogItemBody>

Monday, November 20, 2006

Konsep Ilmu Dalam Islam

Masalah pertentangan ilmu dan agama, sebenarnya tidak pernah dikenal dalam Islam. Kalau sekarang ini kita mendengar masalah pertentangan, sebenarnya bisa jadi hanyalah dikemukakan oleh orang-orang yang tidak memahami budaya Islam atau bisa juga telah dipengaruhi pemikiran Barat yang mengadopsi konsep dikotomi dalam ilmu pengetahuan. Para cendekiawan muslim terdahulu tidak pernah melihat adanya hakekat ilmiyah yang bertentangan dengan agama, karena intelektualitas Islam telah dibentuk oleh al-Quran dan agama yang diturunkan untuk mendidik akal sehat dan membimbingnya ke arah memahami hakekat kauniyyah. Allah berfirman:"Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab agar kamu memahaminya." (Yusuf: 2). Pemahaman tentang hakekat kauniyyah ini akan membawa akal untuk meyakini ilmu agama baik tentang Khalik dan hal-hal ghaib lainnya. Diantara ciri intelektualitas Islam, tidak membedakan antara ilmu dan agama seperti yang terjadi di Barat. Dalam Islam hampir tidak ada bedanya antara cakrawala ilmu dan cakrawala agama. Ilmu termasuk dalam agama dan agama adalah ilmu setelah dipadukan keduanya oleh Al Quran.
Ayat Al Quran yang pertama kali turun adalah: "Bacalah, dengan atas nama Tuhanmu Yang telah menjadikan. Dia Menjadikan manusia dari segumpal darah. Bacalah, Dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar Manusia dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (Al-'Alaq 1-5)
Wahyu al Quran dalam Islam dianggap sebagai ilmu. "Dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Quran sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu, dan katakanlah Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan. ( Thaahaa 114)
Al-Quran membuka agama dengan kunci ilmu yaitu membaca dan memasukkan iman kepada Allah dengan cara mengenalkan-Nya sebagai, Pencipta, Dzat Yang Maha Mengetahui, dan Yang mengajari Manusia dan dengan cara menanamkan kehebatan penciptaan manusia dari segumpal darah. Al-Quran mengaitkan hakekat pertama dalam agama yaitu Allah Pencipta dengan hakekat pertama dalam ilmu pengetahuan yaitu penciptaan alam dengan kekuasaan Allah dan ilmu-Nya.
Bukti lain bahwa Islam tidak membedakan antara ilmu dan agama adalah firman Allah: "Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam jenisnya. Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-gais putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada pula yang hitam pekat. Dan demikian pula di antara manusia dan binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya dan jenisnya. Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hambaNya hanyalah ulama.( Fathir 27-28) Ayat tersebut terdapat cakupan obyek ilmu dalam terminologi modern yaitu alam material dan cabang-cabangnya, juga terdapat batasan ilmu dalam konsep modern.
Berbicara tentang metodologi penelitian ilmu, yaitu metode induktif dan deduktif, Al quran telah mengemukakan sebagai berikut: Katakanlah: "Berjalanlah di muka bumi, maka perhatikan
lah bagaimana Allah menciptakan manusia dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (Al Ankabut 20).
Jadi ilmu dalam terminologi modern adalah Al-Quran yang cakupannya, obyeknya dan metodenya adalah wahyu. Dalam konsepsi Al Quran wahyu dianggap ilmu, karena wahyu merupakan ilmu yang dianugerahkan Allah SWT kepada manusia, bukan hasil usaha pikiran manusia dalam menyimpulkan hukum-hukum alam. Barangkali di sini letak perbedaan ilmu dalam pandangan al-Quran dengan ilmu dalam konsepsi modern. Sebab, dalam Terminnologi ilmu modern wahyu tidak termasuk dalam cakupan ilmu.
Diantara bukti bahwa obyek ilmu dan obyek agama adalah satu, Al-Quran menjadikan akal pikiran sebagai sandaran utama dalam masalah keimanan kepada Allah SWT dan mengetahui sifat-sifatNya, sebagai mana para ilmuwan materialis bersandar kepada akal pikiran untuk memahami alam, mengkonklusikan hukum-hukumnya dan menyingkap rahasianya. al-Quran menjelaskan bahwa alam material yang kita lihat merupakan bagian dari 'arsy allah Yang Maha Agung.
Kita bisa menyaksikan kekuasaan-Nya dengan mata telanjang dan bisa meyakini wujud-Nya secara pasti setelah akal menetapkan wujud Allah dan wahdaniyat-Nya yang tercermin dari alam ciptaan-Nya. Seseorang yang meneliti alam dan tidak bisa menyimpulkan wujudullah Yang maha Esa tidak bisa disebut sebagai pemikir atau cendekiawan dalam pandangan al-Quran.
Al-Quran telah menjadikan akal sebagai asas iman dalam agama, sebagaimana Juga dasar ilmu adalah akal pikiran, al-Quran juga bersandar pada akal untuk menyampaikan hakekat ke dalam jiwa. Allah berfirman dalam surat Yusuf yang artinya: "Sesungguhnya Kami telah menurunkannya berupa al-Quran yang berbahasa Arab agar kamu memahaminya."
Dengan mengamati ayat-ayat al-Quran, kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa ilmu dalam konsep al-Quran terbagi kedalam:
1. Ilmu pengetahuan yang didapat dengan usaha manusia. Ilmu ini adalah ciri istimewa yang dianugerahkan Allah kepada manusia, yang juga disebut hukum akal. Suatu ilmu yang didasarkan atas kemampuan akal untuk menetapkan sesuatu berdasarkan bukti dan dalil. Contohnya; ilmu pasti, keyakinan akal tentang adanya Allah Pencipta dst. Ilmu macam ini diisyaratkan oleh al-Quran: "Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga menyatakan demikian. Tak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha berkuasa lagi Maha Bijaksana." (Ali 'Imron 18) Dalam ayat lain disebutkan: "Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata: "Kami iman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami. Dan tidak dapat mengambil pelajaran daripadanya melainkan orang-orang yang berakal." (Ali 'Imron 7) Maksud ayat tersebut adalah bahwa segala sesuatu itu datang dari Allah dan telah pasti bersifat ilmiyah yang harus dipercayai oleh akal. Ilmu seperti ini diisyaratkan juga dalam ayat lainnya: "Katakanlah: Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?. Sesungguhnya orang berakallah yang dapat menerima pelajaran."(Surat Az-zumar:9) Ilmu macam ini merupakan derajat tertinggi yang diberikan kepada menusia. Karena ilmu ini telah menjadikannya sebagai saksi, bersama Allah dan para malaikat-Nya, atas suatu hakekat ilmiyah, diniyah dan hakekat alam, berupa keesaan Allah, keagungan-Nya dan kebijaksanaan-Nya.

2. Ilmu hasil eksperimen di alam dunia ini dan ilmu hasil renungan terhadap semua ciptaan Allah swt. Ilmu ini dicerminkan oleh ayat 27 & 28 surat al-Fathir yang telah disebutkan di atas. Juga diisyaratkan oleh ayat lain, yaitu: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasmu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui."(Ar-Ruum 22). Dalam ayat lain dinyatakan: "Dan Dialah yang menjadikan bintang-bintang bagimu, agar kamu menjadikannya petunjuk dalam kegelapan didarat dan dilaut. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui." (Al An'am 97)
Memang, ilmu macam pertama menurut konsepsi al-Quran yaitu hukum akal, yang pada realitanya adalah sendi dari ilmu yang dihasilkan lewat eksperimen. Karena hukum akal ini dipergunakan oleh pikiran untuk mengetahui hakekat-hakekat nyata, mengetahui hubungan segala sesuatu, mengklasifikasikannya dan mengambil hukum-hukum alam yang terkandung di dalamnya.

3. Ilmu yang didapat para Nabi lewat wahyu Ilahi. Ilmu ini tidak didapat lewat mengolah otak untuk mengetahui hakekat sesuatu. Jadi ilmu macam ini merupakan anugerah ilmu Ilahi tentang berbagai hakekat yang dilimpahkan ke dalam hati seorang Nabi. Sebagiannya berupa hakekat ghaib yang tidak bisa disentuh akal manusia, seperti berita kebangkitan manusia, hari kiamat, hisab, surga, neraka, malaikat dsb. Dan sebagian lain berupa hakekat dari dunia eksperimen, kejadian- kejadian serta hukum-hukum dan perundang-undangan yang ada pada umat-umat terdahulu atau berita-berita yang akan terjadi di masa yang akan datang. Ilmu macam ini disiratkan dalam ayat 114 dari surat at-Thaahaa yang telah disebutkan di atas. juga diisyaratkan oleh ayat 65 surat al Kahfi:"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami."
Ilmu yang disiratkan ayat ini merupakan ilmu menyingkap kejadian-kejadian masa mendatang sebelum terjadinya dan ilmu meramalkan sesuatu kejadian baik atau buruk. Allah berfirman: "Itu adalah di antara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhamad); tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak pula kaummu sebelum ini." (Huud 49)
Termasuk dalam ilmu ini adalah ilmu tentang ta'wil mimpi. Allah telah menyatakan dalam surat Yusuf: "Dan demikianlah Tuhanmu memilih kamu untuk menjadi nabi dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta'wil mimpi-mimpi.(Yusuf 6) Dalam ayat lain disebutkan: "Ya Tuhaku, sesungguhnya engkau talah menganugerahkan kepadaku sebahagian kerajaan dan telah mengajarkan kepadaku sebahagian ta'wil mimpi." (Yusuf 101)

Untuk menunjukkan konotasi ilmuwan, cendekiawan, atau pemikir, al-Quran menggunakan beberapa istilah yaitu; 'ulama, ulil albab, ulin nuha dan ulil abshar. Kata-kata ulama disebutkan 2 kali, ulil albaab disebutkan 15 kali, ulin nuhaa disebutkan 2 kali dan ulil abshar disebutkan 3 kali.
Dari pengertian etimologis, nampaknya kata-kata ulama dan ulil albab saja yang paling tepat untuk menunjukkan konotasi ilmuwan atau cendekiawan muslim. Kata-kata ulama merupakan sinonim ulil albab. Bila kita teliti konotasinya dalam kontek Qurani, akan dapat mengambil kesimpulan bahwa ulama atau ulil albab adalah orang-orang yang memiliki kecerdasan akal, ketajaman berfikir, tanggap terhadap ayat-ayat kauniyah dan ayat-ayat Quraniyah dalam rangka meningkatkan keimanan dan ketakwaannya.
Kalau kita mengamati surat al-Maidah ayat 100, at-Thalaq ayat 10, al-Baqarah ayat 179 dan 197, kita dapat menyimpulkan sifat global yang dituntut dari ulil albab, yaitu bertakwa kepada Allah SWT. Sedangkan ciri-ciri terurai bagi ulil albab dapat kita teliti pada ayat 190-191 dari surat al-'Imron, ayat 17 -18 dari surat az-Zumar, dan ayat 19-24 dari surat al-Ra'd. Dari ayat-ayat tersebut kita dapat menyimpulkan sifat-sifat yang harus dimiliki setiap ilmuwan muslim yaitu antara lain:
1. Senantiasa menyebut nama Allah swt di kala berdiri, duduk, berbaring, sholat dan kondisi lainnya.
2. Senantiasa merenungi penciptaan langit dan bumi.
3. Menjauhi penyembahan thoghut, syetan atau segala yang disembah selain Allah swt. Mengembalikan segala urusan kepada Allah swt dan memurnikan ibadah kepada-Nya. Senantiasa mengikuti perkataan yang paling baik kemudian langsung mengamalkannya. Memenuhi janji Allah swt yaitu mengakui-Nya sebagai "RABB"
4. Tidak merusak perjanjian umum yang mereka kukuhkan antara mereka dan perjanjian antara Allah swt dan hamba-Nya.
5. Menghubungkan apa yang diperintahkan Allah swt agar menghubungkannya seperti silaturrahmi dsb.
6. Takut kepada Allah swt dan keagungan-Nya.
7. Takut kepada hisab yang buruk di hari kiamat.
8. Sabar menghadapi semua kesulitan, sabar melaksanakan kewajiban dan sabar menghadapi ujian.
9. Memelihara shalat yang wajib.
10. Menafkahkan harta di jalan Allah swt.
11. Menolak kejahatan dengan kebaikan.
Wallahu a'lamu bis showab
( Muhammad Khoirin )


0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home