<$BlogItemBody>

Monday, November 20, 2006

Fenomena Ideologi atau Ijtihad Palsu

(sebagai upaya me-mark up Syari'at Islam)

"Barangsiapa berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al-Quran), kami adakan baginya syaitan, maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan kebenaran dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk."
(QS Az-Zuhruf/43: 36-37)

"Pada akhir zaman akan muncul sekelompok orang yang berusia muda dan jelek budi pekertinya. Mereka berkata-kata dengan menggunakan firman Allah, padahal mereka telah keluar dari Islam seperti melesatnya anak panah dari busurnya. Iman mereka tidak melewati tenggorokannya. Di mana pun kalian menjumpai mereka, maka bunuhlah mereka. Karena sesungguhnya orang yang membunuh mereka akan mendapatkan pahala di Hari Kiamat." (HR. Bukhari)
"Strategi pemusnah masal" yang dilakukan oleh syetan dilakukan melalui dua arah. Pertama, fitnah syubhat yang berupa wacana pemikiran dan ideologi yang berlawanan dengan theologycal truth. Inilah fitnah yang diusung oleh non-muslim, atau bahkan lewat orang muslim juga. Kedua, fitnah syahwat yang muncul dalam perilaku seksual. Jika seorang muslim terjangkit salah satu fitnah tersebut atau bahkan keduanya, ghirah, daya dan upaya memperjuangkan panji Islamnya akan lumpuh dan mati. Naudzubillahi min dzalik
Nabi Muhammad saw bersabda:
"Barangsiapa mengada-adakan (sesuatu hal baru) dalam urusan (agama) kami, yang bukan merupakan ajarannya, maka akan ditolak." (Muttafaq `alaih).
Syetan beserta pasukan berani matinya senantiasa mencari-cari jalan lain untuk me-mark up syari'at dengan dalih taqorrub atau pendekatan diri kepada Sang Kholik dengan sedekat-dekatnya. Munculah istilah Hermeneutika, mereka mula-mula menginterpretasikan Al-Quran dan As-Sunnah dengan makna yang ta`wili (makna yang jauh), lalu menggunakan ro`yu (pendapat pikiran manusia), kemudian mengikuti perasaan nafsu dengan dalih firasat dari Allah. Huh..............bukan hanya sampai di situ, Allah SWT pun "dipaksa" oleh nafsu mereka untuk diaku merasuk ke dalam diri.
Oh, betapa kejamnya, dan betapa jauhnya kesesatan mereka, namun betapa tampak cantik dan manisnya mulut mereka, seolah-olah kita telah terhipnotis oleh stereotip mereka. Hingga jargon yang mereka sebut dengan "wihdatul wujud" bisa terkesan pas dan indah, yaitu menyatunya diri manusia dengan Allah SWT, dan menganggap dirinya telah sampai derajat suci. Hingga, seolah jargon itu justru satu ajaran yang paling tinggi dalam mendekatkan diri pada Allah.
Musuh-musuh Islam menggunakan segala macam cara yang terus-menerus dikembangkan dan direformasi, baik melalui eksternal yaitu vis to vis dengan kaum muslimin, maupun internal yaitu melalui pembusukan dari dalam. Misalnya yang dilakukan sepanjang sejarah perjuangan umat Islam semenjak dari negara pimpinan Nabi saw., lalu dinasti Umayyah, Abbasiyyah, dinasti-dinasti lain, dan sampai yang terakhir, Utsmaniyah, yang berupa penyimpangan ideologi bahkan sampai penyimpangan moral.
Faktor Eksternal
Kerja sama zionisme dan salibisme (kristenisasi) internasional dalam menghadapi umat Islam, adalah sebagai usaha untuk memporak-porandakan kekuatan umat Islam di seluruh dunia.
Kita lihat bagaimana Belanda ketika menjajah Indonesia. Ketiga hal di atas (penjajahan, orientalisme, dan kristenisasi) menjadi suatu langkah kongkret atas usaha mereka yang berhasil memborgol, memenjarakan dan hampir menghukum mati umat Islam Indonesia. Mereka memperlakukan umat Islam sekehendaknya, hak asasi manusia dan kebebasan hanyalah impian, bagi yang menentang, dikenakan tuduhan ekstrim, fundamental, dan lain-lain.
Ketika penjajah sudah hengkang, peranan mereka digantikan oleh kaum intelek kita yang menjadi perpanjangan tangan para orientalis. Para orientalis berpendapat Al-Qur'an banyak diwarnai dengan kosa kata dan ajaran Yahudi-Kristen. Salah seorang yang pertama kali mengatakan bahwa Al-Qur'an dipengaruhi agama Yahudi adalah Abraham Geiger (1810-1874)1. Ia adalah seorang Intelektual, Rabbi, dan tokoh sekaligus pendiri Yahudi Liberal di Jerman2. Geiger mengikuti kompetisi masuk ke Universitas Bonn tahun 1832 dengan menulis sebuah essai dalam bahasa Latin3. Essai Geiger diseleksi Professor Georg B. F. Freytag dari Fakultas Oriental Studies, Universitas Bonn. Hasilnya, Geiger menang dan mendapat hadiah dari hasil tulisannya. Padahal, saat itu usianya baru 22 tahun4.
Mereka pun mengampanyekan paham dan ideologi mereka atas nama nasionalisme, modernisme, sekularisme, pluralisme, liberalisme, fundamentalisme, reaktualisasi, pribumisasi, dan semacamnya.( R. William Lidle, Islam, Politik, dan Modernisasi)
Di antara wacana-wacana itu, yang kini lumayan naik daun adalah Islam Liberal. Perkembangannya telah mendominasi para intelektual kita, paling tidak ada tiga nama besar pembawa gagasan paham ini di Indonesia: Nurcholis Majid, Abdurrahman Wahid, dan Johan Effendi. (Greg Burton, Islam Liberal di Indonesia)
Presiden Amerika Richard Nixon menginventarisasi lima pemicu munculnya kaum fundamentalis dalam Islam. Pertama, mereka yang digerakkan kebencian terhadap Barat/anti-Barat. Kedua, mereka yang bersikeras mengembalikan peradaban Islam yang lalu. Ketiga, mereka yang bertujuan mengaplikasikan syariat Islam. Keempat, mereka yang mempropagandakan bahwa Islam adalah agama dan negara. Kelima, mereka yang menjadikan masa lalu itu sebagai penuntun masa depan, mereka ini bukan orang-orang konservatif, namun cukup revolusioner.
Kata ijtihad sering dipahami keliru oleh para pengusung Sekularisme, Plurarisme dan Liberalisme. Menurut mereka, pintu ijtihad pada semua bidang tetap terbuka, termasuk dalam persoalan ilahiyat (teologi). Dalam buku "Kiprah dan Bahayanya" seorang aktifis JIL mengatakan, ijtihad atau yang mereka sebut penalaran rasional terhadap teks-teks keislaman adalah merupakan prinsip utama. Karena dengan itu dinilai Islam akan tetap dapat bertahan terus dalam segala cuaca.
Padahal istilah ijtihad digunakan oleh para ulama ahli hukum saat memecahkan hukum yang dalilnya dengan jelas belum ditemukan didalam Al-Qur'an dan As-sunnah. Hal ini berdasarkan riwayat dari hadist Nabi: "Saat Mu'adz Bin Jabal akan diutus Nabi ke Yaman, Nabi bertanya kepada Mu'adz. Ringkasnya riwayat ditanyakan: dengan apa memutuskan suatu persoalan. Oleh Mu'adz dijawab: dengan kitab Allah. Lanjut Nabi: Apabila tidak didapatkan dalam kitab Allah. Jawab Mu'adz: Dengan sunnah Nabi. Tanya selanjutnya: Apabila pada keduanya tidak didapatkan, lalu dengan apa? jawab Mu'adz: Saya akan berIjtihad dengan Akalku."
Menariknya, kalangan JIL yang memaksudkan ijtihad dengan maksud yang berbeda. Karena menurut JIL ijtihad hanya dikesankan untuk mengadakan kegiatan berpikir tentang ajaran Islam. Tegasnya, disaat dalil Al-Qur'an dan As-sunnah ada dan cukup tegas, mereka masih tetap melakukan ijtihad. Jadi istilah ijtihad dirusak dan dipakai secara tersamar.
Faktor Internal
Memang rumit sekali permasalahan kita ini. Jika ditinjau lebih jauh, masyarakat muslim di berbagai pelosok Indonesia terpecah-pecah dalam berbagai sekat kelompok, organisasi dan model dakwah variatif lainnya, dengan klaim masing-masing kelompok paling benar. Realita itulah yang menyebabkan kekuatan dakwah tercecer.
Berbicara tentang dakwah berarti berbicara risalah Islam. Sudahkah ia terimplementasi dengan baik? Seberapa jauh pemahaman dai kita tentang metode dakwah Rasulullah? Seberapa banyak dai yang diterjunkan ke dalam masyarakat? Setingkat apa kualifikasi mereka? Bagaimana intensifitas dakwah mereka? Sejauh mana mereka dapat menghindarkan masyarakat muslim dari keterperosokan moral?
Budaya munafik, sikap ulama yang tidak berpihak kepada umat dalam bentuk pembodohan atas nama ketaatan, sikap para penguasa muslim dengan komitmen Islam yang lemah, sikap masa bodoh para pengusaha muslim dalam mengentaskan kemiskinan, dan tampilnya ulama-ulama kagetan yang bodoh tetapi sok pintar, serta berbagai macam penyakit umat yang sudah sangat kronis, pengobatannya membutuhkan waktu yang cukup lama dengan melibatkan semua elemen umat Islam yang terampil untuk bangkit menyelamatkan umat dari jurang kehancuran. Dari kezaliman menuju keadilan Islam, dari kebodohan menuju kesadaran Islam.
Solusi Problematika Umat: Menegakkan Islam dengan Cara Islam (Arif dan bijaksana)
Karena itu, kita dapati berbagai corak perjuangan yang dilakukan umat Islam satu sama lain menekankan pentingnya bidang garapan yang digelutinya. Para politisi muslim, umpamanya, menekankan perjuangan Islam yang paling efektif adalah melalui jalur politik. Sementara, para ekonom muslim menganalisis, mana mungkin perjuangan Islam bisa berhasil kalau umat Islam lemah ekonominya. Demikian pula para juru dakwah, mereka harus mengemukakakan bahwa perjuangan Islam yang paling dominan adalah dengan kembali berpegang kepada Islam agar mereka jaya, tanpa memperinci lebih jauh apa dan bagaimana merealisasikannya, dan seterusnya.
Tanggung Jawab Personal
Kita menyadari bahwa tanggung jawab yang akan dipertanyakan kelak di hari akhirat adalah tanggung jawab personal. Artinya, Allah tidak membebankan tanggung jawab pihak lain kepada kita, kecuali kalau kita punya andil dalam persoalan tersebut. Karena itu, banyak ayat yang menekankan tanggung jawab ini.
Apabila kita sadari hal itu, kita akan memahami arti ibadah seluas-luasnya. Yaitu "segala sesuatu yang kita lakukan dalam kehidupan kita sesuai dengan apa yang dicintai dan diridhai Allah SWT". "Segala apa yang dicintai dan diridhai oleh Allah, baik berupa perkataan, perbuatan yang nampak maupun yang tersembunyi"5.
Teladan Rasulullah
Secara ringkas, kita melihat praktik Nabi saw. dalam membangun kekuatan Islam, yaitu sebagai berikut.
1. Nabi saw. ketika berada di Mekah membuat kader yang difokuskan di rumah-rumah dan terutama di rumah Arqam bin Abi Arqam. Di antara kader yang matang ditugasi menyampaikan dakwah seperti Mushab bin 'Umair yang dikirim ke Madinah.
2. Nabi saw. mencari tempat yang kondusif untuk mengembangkan dakwah dan kekuatan Islam. Beliau pergi ke Thaif tetapi tidak cocok. Kemudian, beliau lebih memilih ke Madinah karena mendapat sambutan di sana. Kemudian, beliau membangun masjid sebagai pusat kegiatan umat Islam dan penempaan para kader. Langkah berikutnya beliau mempererat hubungan sesama muslim dengan mempersaudarakan antara Muhajirin (dari Mekah) dan Anshar (dari Madinah). Beliau membuat Piagam Madinah untuk membentengi umat Islam dan memberikan hak-hak non-muslim.
3. Nabi saw. mempersiapkan kekuatan untuk menghadang segala upaya ofensif kaum kuffar sampai 27 kali beliu berperang antara perang defensif dan ofensif (seperti Perang Tabuk).
Di sini menjadi jelas bahwa kesatuan visi yaitu membangun akidah yang benar sampai kesatuan langkah. Yaitu, menuju tegaknya kekuatan jihad merupakan suatu kesatuan yang menyeluruh6.
Perlu disadari, tiada yang mau mendandani, memperbaiki atau memulihkan kembali Ummat Islam ini kecuali diri Muslimin sendiri. Dari sinilah tampak benar bahwa syari'at jihad itu wajib diamalkan/ dipraktekkan, baik secara fisik maupun secara mental dan pemikiran. Dan di situlah lahan luas untuk memperjuangkan agama Allah itu tersedia kapan saja, maka syari'at jihad itu pula yang menjadi bidikan utama dan pertama untuk mereka rusak. Marilah kita pahami dan aplikasikan syari'at jihad itu pada proporsinya, kita kembalikan Islam ini pada aslinya, dan kita amalkan semuanya itu lillahi Ta'ala. Insya Allah «strategi pemusnah masal» yang telah gencar-gencarnya ini akan bisa kita tanggulangi, dengan izin dan pertolongan dari Allah SWT. Ingatlah bahwa Allah SWT telah menegaskan, sehebat-hebatnya kekuatan syetan itu adalah lemah. Amin
Wallohu a'lam bi showab.
( Dani M. R. el-Bahree )




0 Comments:

Post a Comment

Subscribe to Post Comments [Atom]

<< Home